All the man i loved before...

Sahabat Selamanya…

Sore ini, ketika aku bersiap-siap untuk istirahat malam, entah mengapa pikiranku mengembara pada seorang sahabat.
Sahabatku ini, tak usahlah kukenalkan siapa namanya, adalah temanku sejak aku duduk di TK besar.
Mamiku dan mamanya juga berteman cukup dekat, karena mereka sering bertemu saat menunggu kami sekolah.
Teman-teman mami bilang, sahabatku ini datang dari keluarga broken home, namun hingga aku sebesar ini, mami tak pernah mau cerita detail dari makna keluarga broken home yang mereka maksudkan.
Tapi, terlepas dari itu semua, aku menyayangi sahabatku apa adanya..

Ketika kami beranjak masuk SD, kami sekelas di dua tahun pertama, dan kemudian sepertinya tak pernah sekelas lagi hingga kami lulus SMA, walaupun kami selalu sekolah di sekolah yang sama. Atau mungkin aku yang tak ingat lagi ya?

Aku sadar dia ada di dekatku, namun pada masa SD-SMP dan dua tahun masa SMA, aku seperti tak pernah peduli dengan keberadaannya. Kami hidup di atas as roda kami sendiri, dalam dunia kami sendiri. Kadang kami saling sapa, atau kadang sedikit bertukar cerita.

Ia sangat hobby menggambar, dan aku sangat kagum dengan hasil-hasil karyanya. Kaus seragam karyawisata kami saat SMP pun ia yang mendesainnya. Banyak sekali teman-teman perempuanku yang mengagumi sahabatku ini, baik karena karyanya, namun juga karena kepribadiannya.

Sahabatku tak pernah banyak bicara, namun ia banyak tersenyum. Dan senyumnya selalu berhasil membuat banyak perempuan terkesima. Namun, jangan salah, ia tak pernah sekalipun mempermainkan perempuan atau menyakiti hati mereka. Ia pria yang sangat gentleman, sangat lembut, baik dan murah hati, tidak pernah marah dan tidak pernah berbicara kasar atau tak sopan. Mungkin karena ia hidup hanya dengan mamanya dan adik perempuannya, ia menjadi sangat mengerti bagaimana memperlakukan seorang perempuan.

Saat SMU, kami kembali, namun sekali lagi aku tak pernah betul-betul mempedulikannya, meskipun aku tahu ia ada di dekatku. Kami berteman dengan teman-teman kami sendiri, hidup dengan kesibukan kami sendiri. Namun entah mengapa, saat aku mengalami kekacauan dalam hidupku, mataku terbuka dan aku melihatnya begitu jelas.

Pernah pada satu kali pengembalian raport, aku enggan ke sekolah karena malas pakai seragam, jadilah mami dan papi beinisiatif mengembalikan raportku, ternyata sahabatku itu tidak bisa mengembalikan raport karena tidak pakai seragam. Akhirnya mami minta papi yang berpura-pura menjadi orang tua untuk sahabatku itu, agar raportnya bisa dikembalikan.
Mungkin itu awal yang mengembalikan kedekatan kami.
Pada masa kelas 3 SMU, aku betul-betul menjadi sangat bergantung padanya. Aku sering pinjam catatannya, yang amat sangat rapi. Dan akupun sering tanpa alasan mampir ke kelasnya. Hai, setelah aku dewasa, baru aku sadari sepertinya aku jatuh cinta pada sahabatku.
Setiap ada kegiatan sekolah, aku selalu bertanya apakah ia ikut. Jika ia ikut, maka aku akan ikut.

Aku paling malas ikut acara pentas seni, namun karena ia ikut, dan ia mengajakku untuk pergi bersama teman-temannya, maka aku akhirnya bersedia ikut. Aku akhirnya jadi satu-satunya perempuan dalam rombongan mereka. Kami berkumpul di rumah salah satu teman yang punya mobil, dan disitu aku bertemu mama temanku itu, dan beliau “menjodohkan” kami berdua. Hmm, andai aku bisa kembali ke hari itu, aku akan mengamini perkataan beliau itu… Sepanjang acara, ia tak pernah membiarkan aku sendiri, walau mungkin ia merasa risih, namun ia selalu memasang mata untuk menjagaku.

Tak hanya dalam acara besar, bahkan untuk acara HUT RI, jalan salib, misa jumat pertama, pendalaman iman, aku selalu ingin bersama dengannya, dan merasa amat cemburu ketika melihat seorang teman perempuan menyandarkan kepala ke bahunya.

Menjelang kelulusan, kami sibuk mencari universitas untuk melanjutkan pendidikan kami. Ia mendaftar PMDK UI, dan aku mendaftar PMDK IPB. Tanpa sengaja, kami memilih cadangan universitas yang sama dan jurusan yang sama. Kami melihat hasil seleksi bersama, dan akhirnya berdua menjajal Jakarta untuk mengambil hasil seleksi kami. Aku senang sekali membayangkan bisa terus bersama-sama dengan sahabatku.

Namun Tuhan berkata lain. Ia memang adil bagi kami berdua. Ia melihat bahwa keluarga kami hanya sanggup membiayai kuliah di Universitas negeri.
Sahabatku diterima PMDK UI, di jurusan biologi yang memang menjadi pilihannya.
Aku ditolak di PMDK IPB. Aku berjanji akan menyusulnya masuk biologi juga, tapi pada pemilihan jurusan SPMB, orangtuaku tak merestuinya, dan akhirnya aku memilih Teknik Kimia. Aku diterima. Aku senang, tapi aku sedih harus berpisah dengan sahabatku.
Ia orang yang pertama kutelepon setelah aku mendengar kabar gembira itu, bukan untuk menyampaikan kabar itu, tapi untuk minta maaf, bahwa aku sudah mengingkari janjiku untuk menyusulnya.

Ia mengerti. Ia tidak marah.

Kami tetap memperpanjang rekor kebersamaan kami, 1 tahun di TK ditambah 6 tahun di SD, 3 tahun di SMP, 3 tahun di SMA, dan 4 tahun di Universitas yang sama walaupun berbeda fakultas.
ya 17 tahun bersama….

Di kampus kami jarang sekali bertemu. Paling ketika ada acara KMK universitas. Beberapa kali kami sempat pulang bersama, meski semakin lama semakin jarang karena ia ngekos, dan aku pulang balik, juga karena jadwal kuliah kami yang berbeda, dan ketika akhirnya ia mendapat kekasih satu jurusan.

Dan akhirnya, tanpa bisa kami hindari kami semakin jauh..
Kami bertemu 1 tahun setelah kami lulus kuliah, dalam acara reuni SMP, ternyata aku masih amat bergantung padanya. Ia datang maka aku pun datang.

Lalu 2 tahun lalu, ia tiba-tiba mengajakku untuk ikut bersamanya dan beberapa teman kami ke pusat komputer di Jakarta. Aku sangat surprise dan akhirnya ikut bersama mereka.
Sahabatku masih seperti dulu. Pria gentleman itu tak berubah. Masih menjadi orang pertama yang berinisiatif merelakan tempat duduknya untuk orang lain, masih melindungiku saat menyeberang jalan, masih merelakan dirinya berdiri agar aku bisa duduk.

Akhirnya aku paham, aku sangat menyayanginya,
Ketika aku semakin jauh darinya, semakin aku sadar bahwa ia sahabatku yang sempurna..
Dan semakin aku merasa kehilangan dirinya…

Tonight I say a little prayer for you,,, for your life and your happiness…

Leave a comment