Satu Foto Sejuta Cerita

[Satu Foto Sejuta Cerita] After The Hard Rain

Setelah lebih kurang tujuh jam berkutat dengan kisah-kisah pembantaian zaman Pol Pot, saya merasa kepala saya begitu berat. Ditambah awan mendung yang menutupi langit Phnom Penh petang itu, rasanya sungguh tak karuan. Bukan perasaan sedih atau marah, tapi saya merasakan suasana hati yang begitu suram.

Untuk menetralkan kembali suasana hati, saya pun mencegat tuk-tuk untuk mengantar saya ke Central Market. Sayangnya saya terlalu sore datang kesana. Sebagian besar kios sudah akan tutup. Yah, sudahlah. Saya pun melangkahkan kaki saya menuju ke Independence Monument, yang kata sahabat saya, bakalan lebih keren setelah gelap.

Hmm.. masih lebih dari satu jam lagi hingga matahari terbenam.

Saya lalu memutuskan jalan kaki dari Central Market ke Independence Monument sambil berharap agar hujan tak turun. Karena langit masih terang, saya pun akhirnya singgah makan di KFC Preah Norodom Blvd yang jaraknya hanya 800 meter dari monumen. Tapi setelah makan pun, matahari masih belum terbenam, malah mendung menjadi semakin tebal.

Baru saja beberapa langkah dari KFC, setetes air dari langit menyentuh lengan saya. Waduh! Gak bawa payung pula! Tetesan itu semakin banyak dan membentuk sebuah irama yang tak asing : hujan. Semakin lama semakin deras dan saya bingung harus berteduh dimana, memgingat sepanjang jalan itu diisi oleh kantor-kantor diplomatik yang “terlarang untuk umum”.

Beruntunglah saya. Di sebuah persimpangan jalan saya menemukan pos security kecil dan seorang bapak yang berjaga di dalamnya. Dengan bahasa yang kagak nyambung, saya berhasil mendapatkan dua lembar kantong kresek dari bapak itu untuk mengamankan pasport dan menutupi kepala, meskipun yang terakhir ini tak berhasil.

Hujan semakin lebat dan memaksa saya untuk berlari, meski tak tahu harus berlari kemana untuk berteduh. Syukurlah, tak jauh dari pos itu saya menjumpai terpal yang dipasang oleh tentara patroli. Lagi-lagi dengan bahasa kalbu saya memberi isyarat untuk numpang neduh. Para tentara baik hati itu (yang tetap terlihat keren meskipun wajahnya ditutup buff) mengizinkan saya berteduh. Lama kelamaan banyak orang ikut berteduh juga hingga bagian bawah terpal itu menjadi ramai.

Meskipun tak saling bicara, kami saling bertukar senyum. Kami sama-sama berupaya menghalau genangan air yang membebani terpal. Kami berdiri dalam diam, sama-sama mengharap hujan segera berhenti.

Ah.. berapa lama lagi hujan ini akan berhenti? Hari sudah mulai malam dan saya sudah tak sabar untuk melihat indahnya Independence Monument dan sudah ingin segera bercengkerama dengan kawan-kawan di Warung Bali.

Ketika hujan sudah berubah menjadi rintik kembali, saya pamitan pada mereka semua dan melanjutkan perjalanan menuju ke Independence Monument dan Patung Norodom Sihanouk.

Ternyata saya harus bersyukur pada hujan deras itu. Genangan air di sekitar Patung Norodom Sihanouk memberikan efek pantulan yang luar biasa. Kereeen bangeeett!

Dan karena hujan baru saja reda, tak banyak orang yang mengerumuni patung itu. Saya jadi bebas memotretnya dari berbagai sudut, meski harus ekstra hati-hati karena saya tak mau masuk koran Phnom Penh Post gara-gara terpeleset di depan patung itu. 😆

Terima kasih, Hujan 😙


Posting ini sebagai tanggapan atas challenge yang kami, Cerita Riyanti, A Rhyme In My Heart, dan saya, ciptakan sebagai pengganti Weekly Photo Challenge dari WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-50 bertemakan All About Rain agar kami berdua terpacu untuk memposting artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikutan tantangan ini, kami berdua akan senang sekali.

Leave a comment