My Journey...

[Brunei] It Feels Like Home

“Kalau bisa dapat taxi ke kota, ya syukur. Tapi kalau ngga ada taxi, paling aku keluar bandara aja supaya dapet cap, terus masuk lagi dan numpang tidur di bandara sampai besoknya Mba..”

Rencana ekstrim itu saya sampaikan pada sahabat saya, dua hari menjelang keberangkatan dari Manila ke Brunei.

*Dan saya langsung merasa jadi pengikut sekte “Pemuja Cap Imigrasi”. 😅


Bisa transit di Brunei sebetulnya tak pernah ada dalam pikiran saya meskipun Brunei adalah negara ASEAN terakhir yang belum pernah saya kunjungi. Ketika saya mencari tiket Jakarta-Manila untuk keberangkatan pada libur lebaran tahun ini, saya menemukan tiket Royal Brunei yang harganya paling miring. Dapat transit di Brunei pula. Lumayan banget kan? Akhirnya bisa menjelajah sembilan negara ASEAN selain Indonesia (walaupun hanya kota besarnya saja).

Tapi ternyata saya melakukan sebuah kebodohan, alias salah booking tiket. Saya berniat transit lama dalam perjalanan pulang supaya bisa santai keliling Brunei. Betul sih, flight saya memang transit lumayan lama saat pulang. Masalahnya, transitnya itu dari jam 23.30 sampai jam 11.00 keesokan harinya. Lebih kacau lagi saya baru sadar bahwa hari itu adalah malam takbiran (menurut kalender Indonesia, yang saya yakini pasti sama dengan kalender Brunei).

Coba gimana? Brunei tanpa lebaran aja udah ngetop sebagai negara yang sepi. Kehidupannya hanya sampai jam enam sore. Nah ini saya akan tiba nyaris tengah malam ditambah lagi dengan malam takbiran. Waduhhh.. Saya mulai panik dan berniat untuk ubah schedule flight.

Apa daya. Tiket itu adalah tiket promo dan ga bisa direschedule.

Mateng!


Saya mencari info sebanyak-banyaknya ke grup-grup backpacker di facebook, tapi ternyata gak ada yang nasibnya mirip dengan saya. Saya malah menemukan cerita tentang Sultan Hassanal Bolkiah yang open house saat lebaran. *yaah.. pas jadwal flight pulang dah 😭😭

Saya tanya tante saya yang pernah transit sekian jam di Brunei saat hendak ke Bangkok, ternyata beliau transitnya siang so bisa ikutan city tour selama dua jam. Walah..

Tapi tante saya membesarkan hati saya : “Semangat Na… petualangan yg menyenangkan di negara orang! Jangan panik dulu, kita kan gak tau keadaan disana.”

Ya… ya.. betul juga ya.. 😅


31 Mei 2019

Saya punya waktu sekitar tiga jam untuk transit di Brunei sebelum terbang lagi ke Manila. Ada rasa deja vu kala memandang pesawat-pesawat yang parkir dari balik jendela. Kok berasa di Tarakan ya? Eh atau di Berau? Bahkan cahaya matahari petang itu saja seperti tak asing.

Berasa di Tarakan 😆

Mungkin karena Brunei berada di Kalimantan ya, jadi suasananya mirip dengan suasana Kalimantannya Indonesia. Mungkin juga karena saya baru dua minggu pulang dari Tanjung Selor dan sekitarnya, jadi suasana matahari sore seperti ini terasa begitu familiar (dan ngangenin).

Apalagi ketika saya belanja di sebuah toko kecil di bandara, kasirnya adalah seorang pria asli Sukabumi. What a surprise! Mas itu begitu ramah dan kami bisa mengobrol panjang lebar pakai Bahasa Indonesia. Benar banget deh apa yang pernah dosen saya katakan, “There are no strangers only friends who haven’t met.”

By the way.. Bandaranya Brunei mungil banget dan tanpa sekat antar gatenya. Mungkin ini juga yang bikin saya ngerasa sedang di Tarakan, dan bukan di Brunei yang notabene adalah negara terkaya se-Asia Tenggara.

Dalam waktu sekitar 30 menit, cuaca berubah dengan drastis. Alhasil pesawat menuju Manila kena delay deh.

Sekian jam menjelang keberangkatan dari Manila ke Brunei, 4 Juni 2019.

Muncul notifikasi di facebook. Sahabat saya men-tag saya di sebuah postingan tentang Brunei. Waaaah.. Tiba-tiba segala kebuntuan (yang bikin saya malas mikir) itu terbuka jalannya. Postingan itu menginformasikan tentang Hotel Jubilee di Bandar Seri Begawan yang menyediakan jasa antar jemput ke bandara. Free!

Saya langsung nekad booking kamar disana (walaupun rate semalamnya sama dengan rate empat malam di Manila) dan mengirim email untuk memastikan apakah saya bisa dijemput meskipun landing pada malam hari.

Sekian jam kemudian.

Email saya dibalas mereka dan inilah awal mula dari segala ketenangan di akhir trip panjang saya.

Greetings from Jubilee Hotel!

Jubilee Hotel do provide a complimentary airport pick-up transport service from 7:30am until 9:00pm only. BND$10.00 will be charge for a late pick-up after the limitation time.

Please confirm with us earlier by providing your full flight details and agree with the charges if you like to avail the transport service.

Leganya kayak sukses mecahin bisul dah!


Malam itu, setelah mengalami delay satu jam di Manila dan antrian panjang di imigrasi, saya akhirnya resmi menginjakkan kaki di Brunei menjelang pukul 12 malam.

Paman driver yang menjemput saya dari Jubilee sudah siap di dekat pintu keluar bandara bersama dengan para driver lain. Saya begitu lega ketika paman itu bilang, “Kita cakap Melayu saje ya..”

Yes! Senangnya bukan kepalang. Kepala saya yang sudah berasap gara-gara panasnya Manila plus dipaksa ngomong Inggris non stop selama hampir lima hari akhirnya bisa didinginkan kembali sebelum jadi dendeng otak.

Sambil menunggu satu keluarga lagi yang mesti dijemput, kami mengobrol tentang lebaran, hilal, halal-bihalal, dan banyak hal lain terkait tradisi lebaran. Dari mereka juga saya tahu bahwa Brunei merayakan lebaran satu hari lebih lambat daripada Indonesia. Jadi malam itu mereka belum takbiran, bahkan masih harus sahur sekali lagi.

Saya senang sekali bisa bercakap-cakap dengan mereka. Walaupun bahasanya sedikit berbeda namun suasananya seperti di kampung sendiri. Apalagi dengan tema lebaran yang bikin rasa homesick saya makin berat. Keramahan dan gestur para paman ini juga persis seperti orang-orang di Indonesia. Aaahh.. feels like home.

Setelah sekian hari menjadi bagian kaum mayoritas di Manila, malam ini saya kembali jadi bagian kaum minoritas di Brunei.

Tapi entah mengapa saya malah merasa nyaman. 😂


“Hey, jangan ikut angkat-angkat! You tetap tamu saya..”

Saya hanya nyengir kala paman driver menegur saya.

“Habisnya terasa di rumah sendiri, Uncle..”

Paman itu tersenyum mendengar jawaban saya. Ia menyuruh saya duduk di kursi depan mendampinginya supaya saya bisa melihat suasana Bandar Seri Begawan di waktu malam. Baik bangeeeetttt….

Hujan baru saja reda hingga udara terasa dingin malam itu. Kami nyaris tak bertemu satu mobil pun sepanjang perjalanan dari bandara ke hotel. Rasanya saya baru saja berpindah dunia. Dari Manila yang panas, kumuh, dan macet gila; ke Bandar yang dingin, sepi, dan rapi.

“Esok kalau pagi mau jalan sendiri, kau ingat-ingat perempatan yang ada jam ini. Harusnya kau jangan pulang esok, belum cukuplah lihat Bandar.”

Dih Uncle.. pengennya mah nambah satu hari lagi disini. Tapi apa daya, tiketnya kagak bisa direschedule. 😢

Pukul dua pagi kami baru tiba di hotel dan saya baru bisa terlelap menjelang pukul tiga pagi. Terbayang ramainya suasana malam takbiran di rumah, sementara disini sepiiii bangeeeettt..


5 Juni 2019

Selamat lebaran, Indonesia. Selamat berpuasa hari terakhir, Brunei.

Saya memasang alarm pukul setengah enam, alias saya hanya tidur kurang dari tiga jam. Badan ini betul-betul lelah dan menuntut untuk tetap meringkuk di kasur. Tapi kesempatan untuk berkeliling Bandar Seri Begawan hanya ini, dan saya hanya punya waktu sekitar dua jam saja. Pukul 08.30 nanti saya sudah harus kembali ke bandara. *padahal gak perlu buru-buru balik ke bandara, secara perjalanannya cepat banget dan bebas macet.

Jadi saya langsung berdiri tegak, gosok gigi, cuci muka, dan langsung cap cus keluar dari hotel. Suasananya masih sama sepi seperti sebelumnya.

Saya melangkah menuju perempatan jam yang ditunjukkan oleh paman driver. Target saya adalah melihat Kampung Ayer dan Masjid Omar Ali Saifuddien yang terlihat begitu indah pada malam hari. Ingin ke masjid Jam’e Asr Hassanil Bolkiah tapi jaraknya kejauhan.

Sepi.. sepi.. dan sepi.. Itulah yang saya rasakan sepanjang jalan. Saya tak berpapasan dengan satu orang pun dalam perjalanan menuju Brunei River. Mobil-mobil hanya sedikit dan semuanya taat lalu lintas walaupun jalanan sangat kosong. Toko-toko dan museum belum ada yang buka. Ah.. marilah kita nikmati jalan pagi di negeri sunyi senyap ini. Inilah saat yang tepat untuk menenangkan hati dan pikiran sebelum kembali ke keramaian lebaran di rumah.

Hotel Jubilee yang diberi tanda merah. Saya jalan dari hotel, melewati Royal Regalia Museum, lalu menuju ke tepi Brunei River untuk lihat Kampung Ayer, lalu menuju ke Masjid Omar Ali Saifuddien dan kembali ke hotel.
Youth Center a.k.a Pusat Belia.
Kiri : Jabatan Adat Istiadat Negara. Kanan : Royal Regalia Museum.

Taman Haji Sir Muda Omar Ali Saifuddien :

This slideshow requires JavaScript.

Dermaga untuk speed boat ke Kampung Ayer dengan latar belakang Surau Haji Abas Sulaiman.

Kampung Ayer :

Masjid Haji Al Muhtadee Bilal dari kejauhan.

Perpuspaan Main Gate :

Masjid Omar Ali Saifuddien : masjid ini termasuk dalam masjid terindah di dunia. Memang cantik banget lho.. Kubahnya saja terlapisi oleh emas. Sultan Omar Ali Saifuddien III yang adalah sultan Brunei ke-28 menginisiasi pembangunan masjid ini. Masjid ini bisa dibilang dibangun di tengah danau dan di depannya ada replika kapal kayu “Mahligai” dari abad ke-16 milik Sultan Bolkiah.

This slideshow requires JavaScript.

Sayangnya saya tak bisa berlama-lama menikmati megahnya Masjid Omar Ali Saifuddien karena jam sudah nyaris pukul delapan. Saya bahkan harus jalan cepat dari masjid menuju hotel karena pukul 08.30 nanti saya akan diantara kembali ke bandara. Hiks.. rasanya masih belum puas banget..

Salah satu sudut kota Bandar Seri Begawan pagi itu.

Entah kapan bisa kembali lagi kesini.. 😭


Info :

Jubilee Hotel :

Jalan Kampong Kianggeh – Bandar Seri Begawan

Email : info@jubileehotelbrunei.com

Kurs : 10 Brunei Dollar (BND) = Rp. 10.314.

10 thoughts on “[Brunei] It Feels Like Home”

  1. Pemuja cap imigrasi hahahaha… aku suka banget dengan istilah itu!
    Btw, cerita bruneimu serupa dengan cerita brunei temen2 lain yang memang sengaja kesana. bedanya dirimu cuma transit, mereka memang menyiapkan waktu kesana, Artinya yang mepet dan yang engga mepet, kesana-sana juga dan mungkin emang gak ada tempat yang dikunjungi… jadi mungkin emang bener, cukup transit aja yaa hehehe

  2. Aku penasaran sama sepinya Brunei. Kata temanku yang pernah ke sana juga sepi, tapi tetap saja penasaran hahaha. Semoga bisa ke sana suatu saat.

    Btw, nggk takut kah mbak naik taksi sendirian di tengah malam yang gelap, di negara orang pula?

    1. Waktu di Brunei aku naik van dengan 1 keluarga yg lain Mas, nggak kepikiran apa2 karena berasa di kampung sendiri *parah banget ya aku.
      Nah, waktu di Manila yg beneran sendiri dan sempet deg2an takut diculik. Rasanya lama banget gak sampe2 sambil liatin google maps dan baca doa dalam hati..

Leave a comment