My Journey...

Gereja Sion

Gereja Sion… 315 tAHUN BERDIRI TEGAK DI jalan PANGERAN JAYAKARTA…

Aku datang ke Gereja ini tanpa sengaja, tadinya sih niatnya cuma nyari  DVD bajakan ke Plaza Pinangsia, nah terus setelah dapet, ternyata hari masih belum terlalu siang, n kayaknya masih banyak waktu untuk jalan-jalan di area kota tua. Akhirnya aku menyusuri jalan Jembatan Batu untuk mencari gereja Portugis yang bentuk atapnya khas, dan terlihat jika kita naik KRL, saat KRLnya menikung masuk ke stasiun Kota.

O iya, tadinya kupikir jalan yang tepat ada di sisi selatan stasiun Koa itu adalah Jalan Pangeran Jayakarta, eh ternyata itu adalah Jalan Jembatan Batu, dan Jalan Pangeran Jayakarta tuh ternyata harus menikung lagi (sejajar Jalan Pinangsia Timur). Setelah melewati kali Ciliwung dan Jembatan Batu (dulu namanya Jassenbrug), aku langsung bertemu dengan Gereja yang unik itu. O iya, FYI, nama Jassen atau Jas itu sebenernya adalah pangkat terendah dalam struktur kompeni Belanda dulu. Gereja ini dulunya bernama Jassenkerk, yang dari namanya sudah menunjukkan bahwa Gereja ini ditujukan untuk golongan bawah. Nah dulunya juga di sekeliling halaman gereja ini ada komplek pemakaman Kristen yang besar banget, konon melewati rel kereta api di stasiun Jakarta Kota sekarang.

Kesan pertama yang aku rasakan saat melihat Gereja ini untuk pertama kali adalah “simple but unique”. Kebetulan saat aku kesana dekorasi Natal di halaman muka gereja masih belum dilepaskan. Nah saat melihat-lihat dan foto-foto di bagian muka gereja plus pemakaman yang masih tersisa di halaman ini, ada seorang petugas security yang menghampiriku dan akhirnya beliau membukakan pintu samping gereja deh… horee… ternyata pintu ini langsung menuju ke bagian belakang mimbar pendeta (altar kali ya…)

Hmm… pintunya gede banget, terbuat dari kayu yang kayaknya umurnya udah tua, namun tetap terlihat sangat kekar.. O iya, sebelum masuk Gereja, I want to tell you about the Jassenkerk.. jadi as I told above, di halaman Gereja ini dlu ada pekuburan Kristen yang sangat besar, nah sekarang di muka pintu Gereja hanya tinggal ada 11 makam yang tersisa. Salah satu makam yang masih dalam kondisi bagus, dan tulisan nisannya masih terlihat dengan jelas adalah makam dari Henric Zwaardecroon, sang Gubernur Jenderal Hinda Belanda yang ke-20 (th 1718-1725), konon beliau ini menyumbang tanah luas di bagian belkang Gereja ini. Beliau ini satu-satunya Gubernur yang makamnya tidak ikut dipindahkan ke pemakaman Tanah Abang I, dan juga satu-satunya Gubernur yang dimakamkan di sekitar rakyat biasa. Tapi si Opa Zwaardecroon ini punya catatan buruk yang berkaitan dengan kasus Pieter Erberveld (yang besama Raden Kertadriya dituduh melakukan rencana pemberontakan th 1722, kemudian dihukum mati dengan disiksa; dikeluarkan jantungnya, dan tubuhnya ditarik dengan empat ekor kuda… sadis banget…). Makam gubernur Zwaardecroon ini ada di sisi kanan halaman Gereja yang berpagar (gara-gara pagar ini jadi agak susah motretnya ^^). Di sebelahnya ada nisan bernama juga milik Ragel Titise dan suaminya Titis Anthonyse yang katanya adalah golongan Mardjiker (budak yang dimerdekakan) dari India yang menjadi pedagang kaya. Sisa makam yanglain ada yang tak bertulisan (hanya lambang keluarganya saja), bahkan sebagian besar sudah tidak ada tanda apa-apa lagi, hanya batu polos saja. Hmm karena ada pagarnya, jadinya gak bisa leluasa melihat siapa saja penghuni makam-makam ini.

Ok, aku dan pak security (maaf, Pak aku lupa tanya namanya) ini akhirnya masuk gereja… wah, ternyata gerejanya tidak sebesar dan sepadat yang kuperirakan. Gerejanya teduh banget, isinya benar-benr membuat kita yang melihatnya serasa kembali ke zaman dulu, sebab hanya sedikit barang-barang modern di dalam gerejanya. Hal pertama yang langsung terlhat saat masuk gereja adalah mimbar (plus tangganya) yang bergaya baroque buatan H. Bruijn. Trus di dinding kiri terdapat papan peringatan pembukaan Gereja ini, yang ditulis dalam bahasa Belanda, lengkap dengan ayat dari kitab I Raja-Raja 8 :29-30, yang dibacakan oleh Pendeta Theodorus Zas, pada saat peletakan batu pertama gereja ini.

Bangku-bangkunya juga bener-bener oldies banget, walaupun bangku umat yang sekarang bukan merupakan bangku aslinya, tapi di sekelilingnya masih banyak bangku antik, bahkan ada yang dulunya digunakan sebagai tempat duduk para gubernur jenderal Belanda beserta keluarga dan pengawalnya. Wow… siapa aja ya, yang pernah duduk di atas bangku ini?

Pak security itu lalu mengajakku untuk naik ke atas, ke ruang orgel, yang hingga kini masih dapat digunakan. Orgel ini berasal dari abad 18, pinjaman dari puteri Pendeta Maurits Mohr. Pak Security ini juga menunjukkan cara menyalakan orgel. Sekarang sih sudah pakai tenaga listrik, tapi dulu tenaga manusialah yang digunakan untuk memutar tuas untuk memompa udara yang mengisi pipa-pipa orgel, sehingga orgel bisa berbunyi…. wah, amazing nih, first time in my life lihat orgel dan cara kerjanya….

O iya, keunikan berikutnya adalah kandelar atau tempat lilin (dulunya) yang terbuat dari tembaga, dan berlambang kota Batavia. Tapi sekarang sudah dimodifikasi menjadi tempat lampu… (lilin udah gak zaman katanya….)

Di tembok belakang gereja, yang terhalangi papan, ada papan nisan milik suami istri Carel Reniers (Gubernur Jenderal ke-11, th1650-1653) dan Iudith Barra Van Amstel. Merekalah yang menyediakan tanah untuk pembangunan Gereja ini, namun mereka meninggal sebelum gereja ini dibangun..

Gereja Portugis ini termasuk dalam cagar budaya yang dilindungi pemerintah, jadi segala macam renovasi dan perbaikan harus seizin dinas pariwisata DKI Jakarta. Menurut bapak security itu, terahir dilakukan banyak perbaikan pada tahun 2005.

Let’s see the hostory with this church… menurut bapak security, Gereja Sion ini adalah Gereja Portugis di luar tembok kota yang didirikan tahun 1695. yup, memang demikian, dulu ada gereja Portugis di dalam kota yang terbakar pada tahun 1808, sekarang letaknya di Jl. Kopi à Roa Malaka. Gereja di dalam kota ini digunakan oleh para orang Portugis kaya tawanan Belanda dari India dan Malaya. Para tawanan Portugis yang miskin dijadikan budak oleh kompeni (walaupun mereka tidak selalu asli Portugis lho, banyak juga yang keturunan India atau Srilanka). Mereka diberi kebebasan asalkan mau memeluk agama Kristen (orang Portugis kebanyakan memeluk Katolik), mereka ini disebut Mardijker à orang yang dimerdekakan. Para mardijker ini beribadah di gereja yang sekarang menjadi Gereja Sion ini. Tahun 1676 di tanah ini didirikan gereja darurat, dan peletakan batu pertama dilakukan tanggal 19 Oktober 1693 oleh Pieter Van Hoorn. Gedung gereja dibangun dari 10000 tiang kayu berdasarkan rancangan Ewout Verhagen dari Rotterdam. Gereja ini berbentuk hall dengan atap tinggi dan pintu masuk yang bergaya klasik… simple but unique… o iya, lonceng yang ada di halaman samping gereja ternyata sudah sangat tua lho, konon dibuat tahun 1675 untuk memanggil orang yang hendak belajar katekismus. Tapi warga Mardjikers sendiri pindah ke daerah Cilincing-Tugu pada tahun 1661 karena desakan kaum elite Batavia di gereja Sion

Tahun 2010 ini, Gereja ini berusia 315 tahun.. Gereja ini adalah salah satu gereja tertua di Jakarta… walau tua, tapi masih tetap kekar dan indah,,, semoga kau dapat tetap berdiri tegak disana, Gereja Sion…

Sumber Literatur :

Panitia HUT Gedung Gereja Sion ke-313, Brosur “De Niuwe Portugeesche Buitenkerk”, Jakarta 2008;

Heuken, Adolf, Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta, Jakarta 1997.

Leave a comment